Trump Siap Ringankan Ketegangan Telepon Diplomatik untuk Thailand dan Kamboja

Trump Siap Ringankan Ketegangan Telepon Diplomatik untuk Thailand dan Kamboja
 

Awal Desember 2025 menjadi saksi kembalinya konflik di perbatasan Thailand Kamboja setelah ketegangan yang sempat mereda. 

Bekal diplomasi lama disebutsebut tak lagi cukup, dan kini mantan Presiden AS Donald Trump menyatakan niatnya untuk langsung menghubungi pemimpin kedua negara lewat telepon langkah yang mengguncang arena diplomasi regional.

Konflik ini muncul setelah periode gencatan senjata yang medahuluinya. Trump, yang pernah menengahi perdamaian antara Thailand dan Kamboja lewat perjanjian bersama di Kuala Lumpur, kembali turun tangan. 

Dia mengumumkan bahwa dalam waktu dekat ia akan mengontak secara langsung pemimpin Thailand dan Kamboja, berharap bisa meredam kekerasan sebelum meluas.

Kalimat yang dilontarkan Trump saat itu menegaskan tekadnya “Saya akan menelepon besok” sebagai upaya menghentikan apa yang disebutnya sebagai perang antara dua negara kuat di Asia Tenggara.

Akar Konflik Perang Lama dengan Titik Krisis Baru

Sejarah Perseteruan yang Belum Selesai

Konflik antara Thailand dan Kamboja bukan hal baru. Kedua negara berbagi garis perbatasan panjang dengan sejarah perselisihan, terutama terkait demarkasi wilayah dan klaim atas situs sejarah atau budaya. Kerenggangan seperti ini telah lama menimbulkan ketegangan, terkadang memanas menjadi konflik bersenjata.

Meskipun sempat terjadi beberapa kesepakatan termasuk perjanjian gencatan senjata yang didukung oleh pihak luar letupan kekerasan selalu mengancam stabilitas wilayah.

Perdamaian Rapuh dan Gencatan Senjata yang Mudah Runtuh

Beberapa saat sebelum insiden ini, sebuah perjanjian damai ditandangani di Kuala Lumpur, Malaysia, yang diyakini bisa menjadi landasan perdamaian lebih kokoh. Namun, gencatan senjata itu nyatanya mudah retak. 

Tuduhan penggunaan ranjau darat, serangan artileri, dan mobilisasi senjata berat membuat kepercayaan antar pihak mudah luntur dan pada akhirnya memicu bentrokan kembali.

Bentrokan terbaru terjadi di beberapa titik perbatasan, menyulut tuduhmenuduh atas pelanggaran gencatan senjata. Baik Thailand maupun Kamboja saling melayangkan klaim, dan situasi segera berubah menjadi konflik militer, dengan dampak tragis bagi warga sipil.

Diplomasi Trump Telepon sebagai Langkah Darurat

Mengapa Trump Kembali Turun Tangan

Setelah konflik kembali pecah, Trump menyatakan bahwa dia merasa perlu ikut campur secara langsung. Ketegangan di perbatasan, menurut dia, bisa membuka luka lama dan berpotensi memperluas krisis regional. 

Lewat telepon ke pemimpin kedua negara, Trump berharap bisa menengahi agar gencatan senjata dipatuhi dan korban lebih lanjut bisa dicegah.

Langkah ini sekaligus mengingatkan dunia bahwa konflik lama bisa muncul kembali asal akar masalah terutama terkait klaim wilayah tidak diselesaikan dengan detail. 

Trump menyebut bahwa dialog langsung, bukan ancaman militer atau diplomasi jarak jauh, mungkin lebih efektif dalam meredam konflik yang cepat menyulut emosional dan nasionalisme.

Respons Diplomatik Multi Pihak

Selain menghubungi Thailand dan Kamboja, Trump juga dianggap membuka pintu diplomasi lebih luas: melibatkan negara tetangga dan mediator internasional agar ketegangan tidak merembet. Banyak pihak berharap upaya ini bisa mencegah dampak kemanusian: pengungsian warga, korban sipil, serta kerusakan situs budaya dan alam.

Upaya ini mencerminkan bahwa konflik perbatasan, meskipun bersifat lokal, punya potensi domino menyebar ke wilayah tetangga dan menggoyang stabilitas kawasan.

Peluang dan Risiko Apakah Telepon Bisa Ubah Nasib Perdamaian?

Harapan Baru: Perdamaian Alternatif Nyata

Bila komunikasi berhasil dibuka, telepon diplomatik bisa menjadi titik balik. Perdamaian tidak selalu lahir dari kekuatan militer atau ancaman sanksi, kadang hanya perlu keberanian untuk duduk bersama membahas akar masalah.

Diplomasi seperti ini, jika dilakukan jujur dan terbuka, bisa membawa pemahaman bahwa kelanggengan perdamaian bergantung pada komitmen bersama, bukan hanya perjanjian di atas kertas.

Risiko: Konflik Bisa Kembali Meletus

Tapi harapan saja tak cukup. Gencatan senjata sebelumnya runtuh ketika tuduhan dan tindakan provokatif muncul seperti penanaman ranjau atau mobilisasi senjata berat. Jika akar konflik (perbatasan, klaim wilayah, keamanan warga) tidak diselesaikan dengan adil, perdamaian yang dibangun dari telepon bisa luluh lantak.

Selain itu, ketidakterbukaan, tekanan nasionalisme, dan kurangnya kepercayaan antar negara bisa menjadi bom waktu membuat konflik lama kembali menganga.

Kesimpulan Telepon Diplomatik, Peluang untuk Kedamaian

Ketegangan terbaru di perbatasan Thailand dan Kamboja mengingatkan kita bahwa konflik lama tak boleh dianggap usai hanya karena ada perjanjian. Ancaman selalu bisa muncul kapan saja, terutama jika akar masalah dibiarkan bergelantung.

Lebih baru Lebih lama

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya
Berita Amanah dan Terpeercaya

نموذج الاتصال