SEA Games 2025 di Thailand tiba tiba kehilangan satu kontestan besar. Kamboja memutuskan menarik seluruh delegasinya atlet dan pelatih dari semua cabang olahraga. Keputusan mengejutkan ini diumumkan pada Rabu pagi waktu setempat.
Alasan utamanya: kekhawatiran serius soal keamanan. Konflik antar negara soal perbatasan dengan tuan rumah Thailand memunculkan ketidakpastian yang dianggap tidak aman bagi para atlet.
Dari Opening Ceremony ke Kepulangan Cepat
Pada Selasa malam (9 Desember 2025), kontingen Kamboja masih ambil bagian dalam upacara pembukaan di Rajamangala Stadium. Mereka sempat berparade dengan bendera nasional tapi hanya hitungan jam sebelum keputusan mundur diumumkan.
Awalnya, rencana mereka bukan mundur total. Hanya beberapa cabang olahraga tertentu yang batal mereka jalani: seperti seni bela diri, sepak bola, dan beberapa cabang lain.
Tapi situasi yang makin memburuk dengan ketegangan di perbatasan yang membesar memaksa perubahan keputusan. Sekretaris Jenderal National Olympic Committee of Cambodia (NOCC), Vath Chamroeun, menyatakan bahwa keselamatan atlet dan desakan keluarga menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, mereka menarik mundur seluruh delegasinya.
Latar Belakang Konflik Perbatasan dan Ketidakpastian
Keputusan ini muncul di tengah eskalasi konflik militer antara Thailand dan Kamboja atas wilayah perbatasan. Bentrokan dan serangan udara memicu kekhawatiran besar bagi keamanan warga sipil dan delegasi olahraga.
Sebelum keputusan mundur total, pihak Kamboja sebenarnya sudah menarik diri dari delapan cabang olahraga sebagai upaya mitigasi risiko. Namun situasi yang berubah cepat membuat opsi itu tak lagi dianggap cukup.
NOCC menyampaikan permohonan maaf atas kekacauan jadwal dan potensi ketidaknyamanan yang muncul akibat keputusan mendadak tersebut.
Dampak Langsung terhadap SEA Games dan Publik
Mundurnya Kamboja dari seluruh ajang SEA Games tentu berdampak signifikan. Tim lawan harus menyesuaikan jadwal, beberapa cabang lomba kehilangan peserta, dan secara keseluruhan ajang ini kehilangan nilai sportif yang mestinya menjunjung semangat “tetangga bertanding, saudara berteman”.
Bagi publik dan pecinta olahraga di Asia Tenggara, peristiwa ini jadi pengingat pahit: konflik politik dan militer bisa langsung mengguncang dunia olahraga.
Kenangan, Kesempatan, dan Pelajaran
Meski mengecewakan, keputusan Kamboja ini didasari dari prioritas utama: keselamatan manusia. Atlet bukan kambing hitam mereka manusia dengan keluarga, tanggung jawab, dan hak untuk pulang dalam situasi aman.
Ajang seperti SEA Games idealnya menyatukan perbedaan lewat persaingan sehat. Tapi kenyataan terkadang jauh dari ideal konflik luar trek bisa merusak spirit itu.
Semoga ini jadi peringatan bagi penyelenggara maupun peserta: bahwa di balik medali dan sorak sorai penonton, ada nyawa manusia yang harus dihargai lebih dari segalanya.

