Indonesia Pelajari Kemungkinan Terapi GLP‑1 untuk Obesitas
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan kini tengah mempertimbangkan penerapan terapi GLP‑1 untuk menangani obesitas langkah itu muncul menyusul pedoman baru dari World Health Organization (WHO).
Pemeriksaan ini mencakup aspek efektivitas, keamanan, serta kemungkinan pembiayaan via sistem kesehatan nasional. Selama ini, pengobatan obesitas di Indonesia umumnya diberikan pada mereka yang sudah menunjukkan komplikasi lain seperti penyakit jantung atau keterbatasan mobilitas.
Menurut Direktur Penyakit Tidak Menular di Kemenkes, obesitas kini termasuk dalam lima besar kondisi kesehatan terbanyak yang ditemukan lewat program pemeriksaan medis gratis. Oleh sebab itu, revisi terhadap Pedoman Nasional Praktek Klinis untuk obesitas sedang digodok agar mencakup tata laksana pengobatan yang lebih komprehensif.
Namun, keputusan apakah terapi GLP‑1 akan ditanggung oleh BPJS memerlukan proses evaluasi teknologi kesehatan (HTA) serta ketersediaan obat yang memadai. Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) sendiri adalah hormon yang berperan dalam mengatur metabolisme.
Obat dari kelompok “GLP‑1 receptor agonist” sering dipakai untuk menurunkan gula darah dan saat ini dipertimbangkan pula untuk membantu penurunan berat badan, menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular dan ginjal, serta mengurangi risiko kematian dini pada pasien dengan diabetes tipe 2.
Rekomendasi WHO: Terapi GLP‑1 sebagai Opsi Jangka Panjang
WHO telah menerbitkan pedoman pertama yang mendukung penggunaan terapi GLP‑1 untuk orang dewasa dengan obesitas dengan rekomendasi bersyarat. Pedoman tersebut berlaku bagi mereka dengan indeks massa tubuh (BMI) 30 kg/m² atau lebih, dan secara khusus mengecualikan wanita hamil.
Rekomendasi ini berdasarkan bukti bahwa terapi GLP‑1 mampu membantu penurunan berat badan, serta memperbaiki hasil kesehatan metabolik. Namun karena data tentang keamanan dan efektivitas jangka panjang masih terbatas, serta karena biaya tinggi dan kesiapan sistem kesehatan yang berbeda antara negara, maka rekomendasi digolongkan bersyarat.
Selain itu, pedoman WHO menegaskan bahwa obat saja tidak cukup. Terapi GLP‑1 harus disertai intervensi perilaku seperti pola makan sehat dan aktivitas fisik terstruktur, agar hasil penurunan berat badan bisa maksimal dan berkelanjutan.
Tantangan Implementasi di Indonesia
Meski potensi terapi GLP‑1 menarik, terdapat sejumlah tantangan nyata sebelum bisa diadopsi secara luas di Indonesia. Pertama, biaya obat dan ketersediaannya. Agar obat dapat dijangkau terutama jika akan ditanggung oleh sistem kesehatan publik diperlukan evaluasi mendalam dan jaminan distribusi.
Kedua, sistem pelayanan kesehatan perlu siap mendukung. Bukan hanya soal menyediakan obat, tetapi juga memfasilitasi langkah pendamping seperti konseling diet, program aktivitas fisik, dan pemantauan jangka panjang. Tanpa pendampingan tersebut, hasil terapi bisa tidak maksimal atau bahkan tidak bertahan lama.
Ketiga, karena rekomendasi WHO bersifat “bersyarat”, artinya manfaat jelas tetapi ada banyak variabel seperti keamanan jangka panjang dan dampak akses yang tidak merata yang harus diperhatikan. Keputusan di Indonesia perlu melibatkan para ahli dari berbagai bidang agar kebijakan yang diambil tepat, adil, dan aman.
Mengapa Terapi GLP‑1 Bisa Jadi Paradigma Baru Penanganan Obesitas
Dengan memasukkan terapi obat ke dalam opsi penanganan obesitas, WHO menegaskan bahwa obesitas bukan sekadar masalah gaya hidup, melainkan penyakit kronis yang perlu penanganan jangka panjang dan komprehensif.
Terapi GLP‑1 jika dikombinasikan dengan intervensi gaya hidup memungkinkan pendekatan yang lebih personal dan holistik. Untuk Indonesia, ini bisa berarti perubahan paradigma dari “obesitas ditangani ketika sudah komplikasi” menjadi “obesitas dicegah dan diintervensi sedini mungkin”.
Namun keberhasilan bukan hanya soal obat. Perlu komitmen sistem kesehatan, ketersediaan sumber daya, edukasi publik, dan pelayanan berkelanjutan. Dengan demikian, jika direalisasikan dengan tepat, terapi GLP‑1 bisa menjadi bagian penting dari strategi nasional mengurangi beban obesitas dan penyakit tidak menular.

