Pemulihan Layanan Kesehatan di Aceh Tamiang Mendapat Prioritas
Paska bencana alam yang melanda beberapa wilayah di Aceh, perhatian utama kini tertuju pada pemulihan fasilitas kesehatan di daerah terdampak. Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menyatakan komitmen kuat untuk menghidupkan kembali rumah sakit dan layanan medis di kawasan yang lumpuh.
Di antara 18 rumah sakit terdampak di Aceh, sejumlah di antaranya belum bisa beroperasi penuh. Kemenkes menjadikan ini prioritas agar layanan vital bisa segera berjalan normal kembali. Penekanan pertama adalah pada layanan darurat.
Menurut Menkes, fokus awal adalah membuka kembali instalasi gawat darurat (IGD), kemudian menyiapkan ruang operasi serta layanan penting seperti cuci darah. Pasalnya, bagi penderita penyakit kronis seperti ginjal, tunda penanganan bisa sangat berbahaya.
Selain itu, kondisi banyak puskesmas dan fasilitas kesehatan primer juga rusak atau terisolasi. Kemenkes menyebut sekitar 300 puskesmas terdampak, dan 50 di antaranya bahkan masih belum bisa diakses. Ini memperburuk kesenjangan layanan medis di wilayah terdampak.
Penempatan Dokter dan Logistik untuk Pemulihan
Untuk mempercepat pemulihan layanan, Kemenkes merencanakan penempatan dokter baru terutama para dokter magang ke wilayah paling parah terdampak. Hal ini diupayakan agar tenaga medis tersedia, terutama di puskesmas yang dekat lokasi pengungsian.
Fokus utama adalah Aceh Tamiang dan sekitarnya, menyusul kerusakan besar akibat bencana. Tak hanya tenaga, distribusi obat dan peralatan kesehatan juga menjadi prioritas. Banyak laporan menunjukkan bahwa penyakit seperti diare, infeksi kulit, dan ISPA mulai muncul di antara korban.
Oleh sebab itu, selain upaya memperbaiki rumah sakit, penyediaan obat, peralatan medis dan layanan primer sangat dibutuhkan agar masyarakat bisa segera mendapatkan penanganan.
Tantangan Besar Akibat Kerusakan Infrastruktur dan Jaringan Akses
Salah satu tantangan utama dalam pemulihan adalah akses ke wilayah terdampak. Kerusakan jalan dan jembatan akibat bencana membuat distribusi logistik dan medis sulit. Bahkan beberapa area masih tertutup, sehingga tidak bisa dijangkau petugas maupun bantuan.
Hal ini menyebabkan penundaan perbaikan fasilitas dan pelayanan medis penting terutama bagi pasien yang membutuhkan layanan seperti cuci darah atau penanganan darurat. Menkes berharap akses bisa segera dibuka agar pelayanan bisa segera berjalan dan pasien tidak terganggu.
Kenyataan Sistem Rujukan Kesehatan Nasional: Masih Banyak RS di Bawah Standar
Kondisi di Aceh Tamiang seakan mencerminkan tantangan besar bagi sistem kesehatan nasional. Menurut data terbaru, hanya sekitar 24 persen rumah sakit di Indonesia yang memenuhi standar fasilitas, sarana, dan peralatan minimal nasional.
Artinya, di banyak daerah terutama daerah terpencil dan terdampak bencana layanan kesehatan bisa jauh dari optimal. Pemerintah memang tengah merencanakan perbaikan dan reformasi sistem rujukan, agar rujukan pasien tidak lagi bergantung pada “kelas rumah sakit,” melainkan pada kebutuhan medis. Namun proses pemulihan dan peningkatan kapasitas tetap butuh waktu dan dukungan.
Harapan Pemulihan dan Akses Kesehatan Merata
Dengan prioritas pada IGD, ruang operasi, layanan cuci darah, dan penempatan tenaga serta logistik medis, diharapkan pemulihan layanan kesehatan di Aceh Tamiang bisa segera terealisasi. Upaya ini sangat dibutuhkan agar korban bencana mendapatkan akses perawatan yang layak.
Lebih dari itu, situasi ini menjadi panggilan bagi sistem kesehatan nasional untuk memperbaiki fasilitas, infrastruktur, dan layanan secara merata ke seluruh pelosok terlebih di lokasi rawan bencana. Jika kesehatan masyarakat di daerah terpencil bisa dijamin, maka ketahanan nasional terhadap bencana dan darurat kesehatan bisa lebih kuat.
Dengan demikian, langkah cepat Kemenkes menjadi harapan banyak orang terutama mereka yang berada di garis depan pemulihan maupun masyarakat terdampak agar layanan kesehatan bisa pulih dan nyawa bisa terselamatkan.

