Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, mendesak agar Ukraina segera menyelenggarakan pemilihan umum, meskipun negara itu masih berada di bawah darurat militer akibat perang dengan Rusia.
Pernyataan ini disampaikan Trump dalam wawancaranya dengan Politico, di mana ia mempertanyakan kredibilitas jalan demokrasi di Ukraina jika pemilu terus ditunda.
Menurut Trump, konflik yang berlangsung tidak seharusnya dijadikan alasan abadi untuk menunda pemilu. Menurutnya, rakyat Ukraina harus diberi kesempatan menentukan kepemimpinan mereka dan menunda pemilu bisa merusak legitimasi pemerintahan.
Kenapa Pemilu Ditunda Darurat Militer dan Situasi Perang
Sebenarnya, pemilu di Ukraina dijadwalkan berlangsung pada April 2024, saat masa jabatan Presiden Volodymyr Zelenskyy berakhir.
Namun, karena negara berada di bawah darurat militer menyusul invasi Rusia sejak 2022, pemilu akhirnya dibatalkan. Keputusan penundaan ini disepakati karena kondisi perang dianggap belum memungkinkan pemungutan suara yang aman dan adil.
Darurat militer telah berulang kali diperpanjang oleh parlemen Ukraina, dengan alasan menjaga stabilitas dan keselamatan warga terutama mengingat situasi perang yang belum usai.
Zelensky Merespon Siap Asalkan Ada Jaminan Keamanan
Menanggapi tekanan dari luar, Zelensky bicara terbuka bahwa ia bersedia untuk mempertimbangkan pemilu, asalkan kondisi memungkinkan. Dia menyatakan bahwa keputusan soal pemilu bukan hak satu orang atau negara lain melainkan hak rakyat Ukraina.
Zelensky menyebut bahwa jika parlemen Ukraina bersama mitra internasional termasuk negara sahabat dapat memberi jaminan keamanan, pemilu bisa digelar dalam rentang 60 sampai 90 hari ke depan. Ia menegaskan bahwa ia pribadi siap, tetapi pelaksanaannya sangat tergantung konfirmasi parlemen dan dukungan global.
Tantangan yang Belum Terjawab Konflik Aktif, Pemilih Tersebar, Risiko Politik
Meskipun ada niat dan kesediaan, melaksanakan pemilu di masa perang bukan perkara mudah. Ada banyak tantangan nyata yang harus dipertimbangkan misalnya bagaimana memastikan hak pilih warga yang mengungsi, prajurit di garis depan, atau mereka yang tinggal di wilayah terdampak konflik.
Selain itu, kondisi keamanan dari serangan hingga pengerahan militer membuat pelaksanaan pemungutan suara menjadi sangat riskan. Penyelenggaraan pemilu di tengah perang bisa membuka ruang bagi gangguan, manipulasi, serta merusak legitimasi hasil jika banyak warga tak bisa berpartisipasi.
Di sisi politik, pemilu bisa memicu perpecahan internal ketika prioritas perang, pemulihan, dan pertahanan diri lebih penting daripada agenda politik biasa. Banyak pihak khawatir bahwa di masa darurat seperti ini, pemilu bisa menjadi alat politik alih alih benar benar representatif.
Mengapa Trump Mendorong Pemilu Sudut Pandang Demokrasi dan Tekanan Internasional
Dorongan Trump agar Ukraina segera mengadakan pemilu bukan hanya sekedar tuntutan demokrasi tetapi juga bagian dari tekanan diplomatik dan strategi geopolitik. Ia menilai bahwa pemerintahan yang belum dipilih kembali di tengah krisis besar bisa kehilangan legitimasi, baik di mata rakyat Ukraina maupun komunitas internasional.
Di luar itu, memulihkan pemilihan bisa menjadi cara untuk menegaskan bahwa Ukraina tetap menjalankan nilai demokrasi walau tengah menghadapi invasi besar. Bagi beberapa negara sahabat, penyelenggaraan pemilu akan menjadi indikasi bahwa konstitusi dan hak politik rakyat Ukraina tetap dihormati.
Peluang dan Risiko Pemilu di Masa Perang Apakah Wajar
Kalau pemilu terlaksana dengan aman, transparan, dan inklusif hal ini bisa memperkuat legitimasi pemerintahan, meningkatkan kepercayaan publik, dan menunjukkan bahwa Ukraina tetap komitmen pada demokrasi meski dalam krisis.
Tapi jika dilakukan tergesa gesa tanpa persiapan matang, ada bahaya legitimasi rapuh, hasil dipertanyakan, partisipasi rendah, bahkan konflik internal baru. Apalagi dengan banyak warga Ukraina yang mengungsi atau berada di wilayah konflik, hasil bisa jauh dari representatif.
Kesimpulan Jalan Panjang Menuju Pemilu Tapi Pilihan Wajib Dipertimbangkan
Dorongan dari Amerika Serikat membuka kembali perdebatan penting di Ukraina antara kebutuhan akan legitimasi demokratis dan realitas perang yang masih mengguncang. Presiden Zelensky menunjukkan kesediaan, namun pelaksanaan pemilu memerlukan dukungan parlemen dan jaminan keamanan dari negara sahabat.
Jika semua pihak serius Ukraina, mitra internasional, pemilih ada kemungkinan pemilu bisa jadi kenyataan dalam beberapa bulan ke depan.
Tapi kalau dilepas tanpa persiapan matang, langkah itu bisa jadi bumerang. Untuk Ukraina, keputusan ini harus melewati pertimbangan berat antara idealisme demokrasi dan prioritas mempertahankan kedaulatan di tengah perang.

